Last Updated on September 27, 2025 by STC-XZW
Da Jia Xue Dao Hao,
Salam Tao…
Pernikahan di era modern seringkali terlihat seperti sebuah proyek ambisius. Ia datang dengan daftar panjang ekspektasi: pasangan harus menjadi sahabat, kekasih yang membara, mitra finansial yang setara, rekan orang tua yang sempurna, dan sumber kebahagiaan yang tak pernah habis. Di panggung media sosial, ia menjadi sebuah pertunjukan kesempurnaan. Kita membangunnya, merencanakannya, dan “mengerjakannya” seolah-olah itu adalah sebuah struktur kaku yang jika retak sedikit saja, dianggap sebagai sebuah kegagalan.
Laozi, jika ia duduk di sebuah kafe di Jakarta Utara pada Jumat malam ini dan mengamati semua ini, mungkin akan tersenyum dengan lembut. Filsafat Tao tidak melihat pernikahan sebagai sebuah bangunan yang harus didirikan, melainkan sebagai pertemuan dua aliran sungai yang mengalir bersama menuju samudra yang sama. Kebijaksanaan ini bukan hanya dalam filosofi, tapi juga dalam jejak tradisi upacaranya yang sunyi.
Masalah terbesar dalam pernikahan modern adalah ekspektasi akan kesamaan atau peran yang kaku. Taoisme mengajarkan tentang Yin dan Yang, tarian dinamis antara dua energi yang saling melengkapi. Ada saatnya memberi (Yang), ada saatnya menerima (Yin), dan peran ini cair, tidak terpaku pada gender atau ekspektasi sosial. Pernikahan yang sehat membiarkan tarian ini terjadi secara alami.
Prinsip keseimbangan ini tercermin dalam upacara pernikahan Tao. Daripada janji-janji muluk yang sering kali kaku, sumpah yang diucapkan seringkali berfokus pada janji untuk hidup dalam harmoni, saling mendukung dalam menapaki Jalan (Tao), dan menghormati pasang surut kehidupan bersama. Upacara teh, sebuah tradisi penting, juga merupakan simbol indah dari keseimbangan Yin dan Yang antar generasi. Saat pasangan melayani teh untuk orang tua dan para sesepuh, mereka menghormati sumber (Yin, masa lalu, akar) sambil memulai aliran baru sebagai sebuah keluarga (Yang, masa depan, tunas).
Kita terobsesi untuk “mengelola” pernikahan kita. Ini adalah kebalikan dari Wu Wei (tindakan tanpa paksaan), yang menganjurkan kita untuk berhenti memaksa dan mulai percaya pada Jalan yang besar ini. Pernikahan yang menerapkan Wu Wei terasa lebih ringan, didasari oleh kepercayaan, bukan kontrol.
Bahkan pemilihan tanggal pernikahan dalam tradisi Tao seringkali merupakan sebuah latihan Wu Wei. Daripada memaksakan tanggal yang nyaman sesuai jadwal kerja, pasangan secara tradisional akan berkonsultasi dengan Tao Shi (Ahli Baca Tongshu ^^) untuk menemukan hari dan jam yang selaras dengan aliran energi kosmik. Ini bukan takhayul, melainkan sebuah tindakan kerendahan hati, sebuah pengakuan bahwa pernikahan mereka adalah bagian dari ritme alam semesta yang jauh lebih besar, dan kesuksesan datang dari bergerak bersamanya, bukan melawannya.
Media sosial menuntut kita untuk memahat diri menjadi citra yang sempurna. Taoisme mengajak kita untuk kembali ke Pǔ (Balok Kayu Polos) keadaan yang otentik dan sederhana. Pernikahan Taois adalah cinta untuk “balok kayu polos” pasangan Anda, bukan citra yang dipoles.
Inilah sebabnya upacara pernikahan Taois secara tradisional seringkali sangat sederhana. Fokusnya bukan pada kemewahan bentuk-bentuk ‘pahatan’ eksternal—melainkan pada kesakralan ikatan itu sendiri. Upacara sering diadakan di alam terbuka atau di kuil yang tenang untuk mengingatkan pasangan bahwa cinta mereka adalah bagian dari Ziran (kespontanan alami), bukan sebuah pertunjukan sosial. Mereka akan bersujud kepada Langit dan Bumi, mengakui kekuatan yang lebih besar dari diri mereka, dan kepada leluhur, menghormati aliran kehidupan yang telah membawa mereka ke titik ini. Kesederhanaan ini adalah perayaan esensi, bukan penampilan.
Sebuah kekhawatiran modern adalah kehilangan individualitas dalam pernikahan. Filsafat Tao menawarkan perspektif yang indah, pasangan adalah dua sungai berbeda yang memilih untuk mengukir lembah secara berdampingan. Individualitas tidak hilang dan ia diharmonisasikan dalam perjalanan menuju tujuan bersama. Vows pernikahan Tao seringkali mencerminkan hal ini, berjanji untuk saling memberikan ruang untuk tumbuh secara individu sambil tetap menjaga keharmonisan bersama.
Kesimpulan:
Di penghujung minggu yang sibuk, tekanan untuk memiliki pernikahan yang “sempurna” bisa terasa sangat melelahkan. Filsafat dan tradisi Tao menawarkan kelegaan. Ia mengajak kita untuk melepaskan daftar periksa yang mustahil.
Sebaliknya, ia mengundang kita untuk melangkah ke dalam aliran yang searah. Untuk menari dengan pasangan kita dalam ritme Yin dan Yang, untuk melepaskan dayung kontrol dan membiarkan Wu Wei membimbing, dan untuk mencintai satu sama lain dalam keaslian Pǔ yang dirayakan dalam upacara yang sederhana dan sakral. Pernikahan bukanlah tujuan akhir namun ia adalah sebuah perjalanan suci di atas dua aliran yang belajar menari bersama.
Xie Shen En
Kesehatan adalah hak milik yang paling berharga. Kepuasan adalah harta benda paling bernilai. Kepercayaan adalah kawan paling baik. Tak menjadi apa-apa adalah kegembiraan paling besar.