
Last Updated on October 25, 2025 by STC-XZW
Da Jia Xue Dao Hao,
Salam Tao…
Mungkin dan mungkin dari kita jika sempat bertemu Lie Shang Hu Shifu, pernah mendengar kata “SEKEJAB ABADI”. Apa ada yang pernah bertemu ? Sekarang mungkin Anda lagi senyum senyum sendiri membayangkan Shifu kita sendiri sedang berkata “Sekejab Abadi”.
Bagi pikiran yang terbiasa mengukur dan membelah, frasa ini terdengar seperti sebuah teka, teki, sebuah paradoks yang mustahil. Pikiran kita, yang terdidik untuk melihat waktu sebagai garis lurus, dari masa lalu yang telah mati hingga masa depan yang belum lahir, bertanya, “Bagaimana mungkin sesuatu yang ‘sekejab’ (fana, singkat) bisa sekaligus ‘abadi’ (tak terbatas, kekal)?”
Namun, bagi seorang praktisi Tao atau Taoyu, ini bukanlah teka, teki untuk dipecahkan. Ini adalah kebenaran untuk dialami. Ini adalah deskripsi paling jernih tentang bagaimana realitas, bagaimana Tao (Jalan), sebenarnya bermanifestasi.
Sebagai seseorang yang berusaha berjalan di atas Jalan, saya tidak akan mencoba “menjelaskan” ini kepada Anda seolah-olah ini adalah soal matematika. Sebaliknya, mari kita merenungkannya bersama, seperti dua orang yang duduk di tepi sungai, mengamati aliran air yang tak pernah berhenti namun selalu hadir.
Kesalahan pertama kita adalah pada kata “abadi”. Pikiran kita telah dikondisikan untuk membayangkan keabadian sebagai sebuah waktu yang tak berujung di masa depan. Sebuah surga yang statis, sebuah hadiah di akhir kehidupan, sebuah tempat di mana tidak ada yang berubah.
Bagi seorang Taois, ini adalah ilusi.
Keabadian bukanlah sebuah durasi. Keabadian adalah Sumber.
Dalam Taoisme, keabadian adalah Tao itu sendiri. Tao (dibaca: Dao) adalah “Jalan” atau “Cara”. Ia adalah prinsip dasar alam semesta yang tak berbentuk, tak bernama, namun melahirkan segalanya. Lao Tzu menyebutnya sebagai “Ibu dari Sepuluh Ribu Benda” (sebutan untuk segala sesuatu di alam semesta).
Sekarang, perhatikan ini: Tao itu abadi, namun ia tidak pernah statis. Ia adalah aliran energi kosmik (Qi) yang terus, menerus bergerak. Ia adalah tarian tanpa akhir dari Yin (kegelapan, penerimaan, kelembutan) dan Yang (cahaya, tindakan, kekuatan).
Keabadian Tao adalah keabadian sebuah sungai. Apakah sungai itu statis? Tidak. Airnya terus bergerak. Air yang Anda sentuh detik ini bukanlah air yang sama dengan yang Anda sentuh detik berikutnya. Namun, apakah “sungai” itu sendiri berhenti ada? Tidak. Ia abadi dalam gerakannya, dalam prosesnya.
Jadi, “abadi” bukanlah sebuah tempat yang akan kita tuju. “Abadi” adalah sumber yang tak pernah kering yang saat ini juga sedang melahirkan realitas. Ia tidak terpisah dari kita. Ia adalah napas yang sedang Anda hirup dan tanah yang sedang Anda pijak. Keabadian adalah proses penciptaan yang sedang berlangsung, bukan hadiah di akhir perlombaan.
Di sisi lain, ada “sekejab”. Ini adalah momen saat ini.
Filosofi Tao sangat membumi (grounded). Ia tidak tertarik pada spekulasi tentang surga atau neraka. Ia bertanya: Di mana Anda sekarang?
Bagi seorang Taois, inilah satu, satunya realitas sejati yang bisa kita alami. Mengapa?
Kita, manusia, sering kali hidup seperti hantu. Kita melayang di antara kuburan masa lalu dan impian masa depan. Kita jarang sekali menjejakkan kaki di sini, saat ini.
“Sekejab” ini adalah satu, satunya titik di mana kehidupan benar, benar terjadi. Ini adalah tempat di mana kaki Anda menyentuh lantai. Ini adalah tempat di mana udara menyentuh paru, paru Anda. Ini adalah satu, satunya pintu gerbang menuju realitas.
Di sinilah letak keajaibannya. Ini adalah momen pencerahan di mana dua konsep tadi runtuh menjadi satu.
“Sekejab Abadi” adalah kesadaran mendalam bahwa:
Keabadian (Tao) tidak ditemukan di masa depan atau di luar dunia ini. Keabadian (Tao) hanya bisa dialami dan diakses di dalam momen “sekejab” saat ini.
Ini bukanlah dua hal yang terpisah. “Sekejab” bukanlah bagian dari “Abadi”. “Sekejab” adalah cerminan penuh dari “Abadi”.
Bayangkan sebuah samudra yang tak terbatas (Tao yang Abadi). Sekarang bayangkan setetes embun di atas sehelai daun di pagi hari (Sekejab). Bagi seorang praktisi Tao, di dalam satu tetes embun itu, jika kita melihatnya dengan cukup jernih, kita dapat melihat seluruh sifat dan hukum samudra.
Ketika Anda sepenuhnya hadir di saat ini, tidak terganggu oleh pikiran masa lalu atau masa depan, Anda menjadi selaras dengan aliran Tao. Saat itulah Anda menyentuh keabadian.
Ketika Anda benar, benar ada di sini, pikiran Anda yang biasanya riuh menjadi tenang. Pikiran yang tenang adalah seperti lembah yang dalam dan kosong. Dan ke dalam lembah yang kosong itulah, Tao dapat mengalir masuk dan mengisinya.
Dalam “sekejab” itu, pemisahan antara “aku” dan “alam semesta” menghilang. Anda menyadari bahwa napas yang Anda hirup adalah napas yang sama dengan yang dihembuskan oleh pohon. Anda menyadari bahwa energi di dalam sel, sel Anda adalah energi yang sama dengan yang menggerakkan bintang, bintang.
Anda tidak lagi mencari Tao; Anda menyadari bahwa Anda adalah manifestasi Tao yang sedang terjadi saat ini.
Waktu linier, jam, menit, detik, menjadi tidak relevan. Yang ada hanyalah keberadaan (being) yang dalam dan luas. Inilah yang dirasakan seorang seniman yang tenggelam dalam karyanya. Inilah yang dirasakan seorang atlet yang berada “di zona”. Waktu terasa berhenti, padahal kenyataannya, mereka baru saja masuk ke dalam satu, satunya waktu yang nyata: Sekarang yang Abadi.
Ini bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan atau direncanakan. Ini adalah sesuatu yang harus dipraktikkan. Jalan menuju “Sekejab Abadi” ditopang oleh dua pilar besar dalam Taoisme: Wu Wei dan Ziran.
Wu Wei sering diterjemahkan sebagai “tanpa aksi” atau “tindakan tanpa usaha”. Ini adalah terjemahan yang sering disalahpahami. Wu Wei bukan berarti kemalasan atau tidak melakukan apa, apa.
Wu Wei berarti bertindak secara spontan, selaras dengan aliran alami Tao, tanpa memaksakan kehendak ego Anda.
Ego kita selalu ingin ikut campur. “Saya harus membuat ini terjadi,” “Saya harus mengendalikan hasilnya,” “Apakah yang saya lakukan tadi benar?”
Bayangkan seorang pembuat tembikar di atas roda putarnya. Jika ia terlalu kaku dan memaksakan kehendaknya pada tanah liat (ego), tembikar itu akan retak atau miring. Jika ia terlalu pasif (malas), tanah liat itu hanya akan menjadi gumpalan tak berbentuk. Wu Wei adalah tarian di antaranya. Tangannya mendengarkan tanah liat. Ia merasakan ke mana tanah liat itu ingin pergi, dan ia dengan lembut membimbingnya. Tembikar itu seolah “membuat dirinya sendiri” melalui tangan si pengrajin.
Pada saat itu, si pengrajin dan tanah liat menjadi satu. Tidak ada pemikiran tentang “apa yang akan saya makan malam nanti” atau “apakah tembikar ini akan laku”. Yang ada hanyalah momen “sekejab” dari tarian antara tangan dan tanah liat. Momen Wu Wei inilah pengalaman “Sekejab Abadi”.
Dalam hidup kita, ini bisa sesederhana mencuci piring. Anda bisa mencuci piring sambil pikiran Anda berada di seribu tempat lain (melawan Tao). Atau, Anda bisa hanya mencuci piring. Merasakan kehangatan air, buih sabun, gesekan spons. Anda hadir sepenuhnya. Dalam “sekejab” yang sederhana itu, Anda berada dalam Wu Wei. Anda sedang mengalami keabadian dalam tindakan yang paling fana.
Ziran berarti “alami” atau “spontan”. Ini adalah kondisi di mana segala sesuatu menjadi dirinya sendiri tanpa paksaan.
Bunga mekar secara ziran. Air mengalir ke bawah secara ziran. Awan bergerak di langit secara ziran. Mereka tidak berusaha. Seekor kucing tidak mencoba untuk rileks; ia adalah perwujudan dari relaksasi.
Manusia adalah satu, satunya makhluk yang terus, menerus berusaha. Kita berusaha menjadi “lebih baik,” “lebih spiritual,” “lebih sukses,” “lebih tenang.” Kita memaksakan konsep, konsep buatan ini pada sifat alami kita.
Ziran adalah hasil alami dari praktik Wu Wei. Ketika Anda berhenti berusaha dan melepaskan paksaan ego (Wu Wei), Anda secara otomatis kembali ke kondisi ziran Anda, sifat asli Anda.
Dalam “Sekejab Abadi”, Anda tidak sedang mencoba menjadi tercerahkan. Anda tidak sedang berusaha menyatu dengan alam semesta. Anda hanya ada, sepenuhnya dan dengan otentik. Seperti pohon pinus yang menjadi pinus. Dalam spontanitas yang murni dan tanpa kepura, puraan itulah, Anda adalah ekspresi sempurna dari Tao yang abadi.
Jadi, “Sekejab Abadi” dari kacamata seorang praktisi Tao, bukanlah sebuah pencapaian agung di masa depan. Itu adalah sebuah kepulangan.
Itu adalah kesadaran bahwa momen sederhana ini, membaca kalimat ini, merasakan tarikan napas Anda, mendengar suara di sekitar Anda, adalah segalanya. Ini adalah satu-satunya gerbang menuju keabadian.
Anda bukanlah gelombang kecil yang terpisah dari samudra, yang takut akan mati ketika menabrak pantai. Anda adalah seluruh samudra (Abadi), yang sedang bermanifestasi sejenak sebagai gelombang (Sekejab).
Ketika kita menyadari ini, perjuangan melawan waktu berhenti. Kecemasan akan masa depan dan penyesalan akan masa lalu kehilangan cengkeramannya. Kita tidak lagi melawan arus sungai; kita menjadi arus itu.
Ini adalah kedamaian mendalam yang datang bukan dari mendapatkan sesuatu yang baru, melainkan dari melepaskan ilusi yang kita pegang erat. Kita melepaskan perlawanan, dan mengizinkan diri kita untuk sekadar ada, di dalam “sekejab” yang fana, namun diisi oleh kehadiran “abadi” dari Tao.
Ya mungkin seperti itu yang bisa saya jabarkan. Tapi diluar itu Sekejab Abadi tentu mempunyai pesona masing masing di perjalanan kehidupan Anda. Semangat kawan, rajin liankung karena semua ini hanyalah Sekejab Abadi…
Xie Shen En
Kesehatan adalah hak milik yang paling berharga. Kepuasan adalah harta benda paling bernilai. Kepercayaan adalah kawan paling baik. Tak menjadi apa-apa adalah kegembiraan paling besar.
