Identitas Taoyu
Oleh: Ku Kuo Fei
Sebagai seorang Taoyu ( ) beranikah kita menunjukkan identitas sebagai Taoyu dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam kehidupan beragama?
Seringkali kita hanya mengikuti tradisi beragama atau sembahyang yang sudah umum dan telah dianggap benar oleh kebanyakan orang. Padahal kebiasaan atau aturan yang berjalan tersebut tidaklah selalu benar.
Kita ambil contoh dalam melakukan sembahyang di sebuah kelenteng, sering di dalam kelenteng tersebut telah disediakan dupa yang telah diikat untuk semua altar Dewa-Dewi yang ada di sana. Seringkali pula jumlah untuk masing-masing altar Dewa-Dewi adalah 3 dupa, bahkan lebih, misalnya untuk Dewa Fuk Tek Cen Sen berjumlah 5 dupa.
Sebenarnya apakah pengaruh jumlah dupa tersebut pada doa kita? Apakah semakin banyak dan besar dupanya maka semakin mudah terkabul doa kita?
Tentu tidak, terkabul tidaknya doa sangat ditentukan oleh ketulusan hati kita, disamping nilai Kung Tek yang telah kita lakukan juga turut berperan. Dan tentunya terkabul tidaknya doa kita juga tidak terlepas dari pertimbangan yang dilakukan oleh Sen / Dewa-Dewi.
Jadi kita sebagai Taoyu ( ) yang memahami akan pengertian ini, alangkah baiknya apabila kita berani untuk sedikit demi sedikit melakukan yang benar. Pakailah satu dupa dengan sikap sujud di atas kepala pada saat sembahyang di depan altar para Dewa-Dewi kita.
Hal lain yang perlu juga kita ketahui bersama adalah dimana hampir pada setiap kelenteng terdapat patung macan untuk disembahyangi. Benarkah kalau kia melakukan hal itu juga?
Untuk menjawab pertanyaan ini kiranya perlu diketahui latar belakang tradisi tersebut.
Pada masa lalu, manusia sebagai mahluk yang lemah secara fisik sangat takut kepada petir, api, angin puyuh, tanah longsor, dll, yang semuanya memiliki potensi untuk membunuh manusia, termasuk pula binatang-binatang buas seperti harimau.
Ada sebuah cerita, konon pada suatu saat di jaman dahulu kala, ada sebuah kejadian seseorang bertemu dengan seekor harimau. Dia begitu ketakutan karena mengira dirinya akan diterkam harimau tersebut, maka dengan gemetar orang tersebut duduk bersimpuh menyembah sang harimau. Kebetulan karena si harimau pada saat ini sedang kenyang maka harimau tersebut pergi tanpa menyakiti. Sejak saat ini timbul pikiran untuk membuat patung harimau untuk disembah agar terhindar dari bahaya.
Tetapi dengan perkembangan jaman dan peradaban manusia, kita bahkan lebih unggul dari hewan buas tersebut. Bahkan apabila kita tidak melindungi binatang-binatang buas tersebut, maka mereka akan punah. Lalu masihkah kebiasaan yang salah itu tidak kita sadari dan perbaiki?<br.
Semua yang kita lakukan dengan benar tidak lepas dari peran kita sebagai Taoyu ( ) untuk selalu dapat Wu Ci Wu Ren (Mengerti diri juga mengertikan orang lain). Semoga kita memperoleh kemajuan dalam Siu Tao kita.