Sekilas Mengenai Wu
Oleh: Daniel Li
“Belajar tanpa berpikir akan menghasilkan kekonyolan belaka, berpikir tanpa belajar adalah berbahaya”.
Di jaman kuno, seorang murid yang berucap sembarangan tanpa mengetahui kebenaran atau fakta dapat dihukum mati oleh gurunya. Demikian pula kapan pun dan di mana pun tempat di dunia ini: pertumpahan darah terjadi karena masing-masing mempertahankan “kebenaran” menurut versinya sendiri.
Lalu apakah sebenarnya “Kebenaran” yang dipertahankan itu?
Tiadakah suatu titik temu?
Apakah “Kebenaran” itu milik segolongan orang tertentu?
Ataukah merupakan suatu hal yang majemuk?
Dimanakah letak “keberadaban” manusia yang kacau karena kesadaran-nya yang rabun?
Nah, kata kuncinya adalah kesadaran. Paling tidak (minimal) dapat berarti: kemampuan mengetahui kesalahan diri dan mencari cara memperbaikinya. Memang hanya segelintir orang yang memiliki bibit baik yang bisa terus melatih hingga taraf tinggi.
Pengalaman menunjukkan bahwa “alam pikiran” merupakan hal yang unik. Bagaikan cermin. Cermin yang retak memantulkan bayangan yang retak, meskipun obyeknya utuh. Namun maukah dan mampukah cermin tersebut menyadari dirinya?
Untungnya kita adalah mahluk hidup yang berbudi, sehingga senantiasa dapat merevisi diri. Memang sulit untuk keluar dari lautan kebodohan sementara diri kita sedang tenggelam. Tetapi dalam artikel ini, saya ingin mengajak saudara-saudari semua memulai langkahnya yang pertama (dasar-dasar) untuk melatih kesadaran masing-masing.
Wu (baca: U), dapat diterjemahkan secara singkat sebagai “mengerti”, “sadar”, “memahami”. Seringkali kesadaran ini menjadikan kita begitu terpesona sehingga akhirnya menjadi mati di satu titik. Tetapi ingat bahwa “pemahaman” itu sendiri bukanlah titik akhir, melainkan sesuatu kondisi kesadaran yang tetap harus diikuti oleh sikap batin yang selalu berusaha untuk menyempurnakan pengertian-pengertiannya. Inilah yang membedakan antara “Wu” yang sejati dengan sikap keras kepala. Maka dikatakan: “Wu, Wu, dan Wu lagi”.
Sebenarnya “Wu” adalah sebuah kondisi dimana pikiran kita bisa “menembus” kedalam pengertian-pengertian yang hakiki secara komplit (komprehensif) dan memiliki kelincahan dalam menangkap dan menganalisa suatu obyek.
Sesuatu yang kelihatannya sulit dan kompleks, dapat ditembus dengan satu benang merah yang sederhana.
Otomatis dalam tarafnya yang tertinggi, perbedaan-perbedaan akan melebur, hanya tersisa satu Kebenaran saja. Itulah yang Hakiki (Tao). Tombak (mao) dan tameng (dun) dapat disatukan (kamus: maodun = konflik). Dari taiji kembali pada wuji.
Pedoman untuk Wu
Dalam menghadapi masalah sehari-hari, kita seringkali sudah merasa berpikir keras dan merasa telah mengambil keputusan yang terbaik. Tetapi apakah sesungguhnya kriteria dari “yang terbaik”itu?
Untuk melatih diri mengarah kepada tingkat Wu yang semakin tinggi, ada 3 hal yang harus terpenuhi:
Poin pertama dan kedua memiliki ruang-lingkup ke dalam diri kita (dimensi subyektif). He Fa, memiliki ruang lingkup keluar terhadap lingkungan di sekitar kita (dimensi obyektif). Setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing. Problem akan timbul bahwa tingkat pengertian dari tiap individu berbeda-beda, sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan yang berbeda-beda terhadap sebuah masalah yang sama. Bagaimanakah cara menyikapinya?
Setiap manusia memiliki hak azasinya masing-masing untuk mempertahankan keunikan dirinya. Meskipun demikian, ingat bahwa tiada seorang pun yang dapat menjalankan kemanusiannya secara normal dengan hidup tanpa orang lain. Oleh karena itu, untuk menghadapi perbedaan-perbedaan yang timbul dalam pengertian masing-masing, kita memerlukan Wu pada suatu level yang lebih tinggi lagi.
Ada beberapa tips:
Memang sulit, karena disamping perlu kerendahan hati dan sikap fleksibel juga perlu wawasan yang luas dan dalam. Misal: meskipun merasa diri kita sudah benar, namun mampu memberikan respon berupa sikap yang sesuai dengan budaya dimana kita berada. Misal: sikap terhadap “Shi” (shifu, shixiung, shijie, shidi, shimei, dll)
Hal-hal yang mendukung dalam peningkatan Wu:
Secara global,disamping rajin menggunakan akal dan budi, kecerdasan dapat ditingkatkan melalui latihan Jing Zuo [Cing Co], yang juga termasuk salah satu cara memupuk kepekaan dan kecerdasan.
Ciri-ciri mencapai Wu
Menurut pendapat saya, sulit untuk mengukur sampai dimanakah taraf Wu kita. Jadi lebih baik kita berhenti untuk ukur-mengukur taraf Wu diri sendiri maupun orang lain. Namun meskipun demikian, biasanya terdapat beberapa gejala yang berkorelasi dengan tingkat pencapaian seseorang. Menurut saya, suatu sikap atau tindakan dapat dikatakan “Wu” biasanya memiliki karakteristik a.l.:
Saran:
Demikianlah sekilas mengenai Wu.