Bedah Mitos Dan Tahayul
Oleh: Flyming Lika
Disadari atau tidak, kita-kita yang sembahyang ke klenteng atau umat klenteng / Tao pada umumnya, masih merasakan banyak hal yang dilarang, tapi tidak mengerti mengapa dilarang?
Malah sering kali justru mereka yang Katanya agak mengerti tata cara sembahyangan menambahkan bumbu-bumbu larangan, yang menjadikan umat klenteng ini takut salah bertindak.
Ini sangatlah disayangkan karena kurangnya Wu (kesadaran & penggunaan nalar) untuk mengkoreksi sikap tindak yang membodohi umatnya.
Contoh A:
Habis Mai Song atau sembahyang ke kuburan / ke orang mati, dilarang ke klenteng sembahyang.
Ironis memang, kalimat diatas masih didengungkan untuk umat klenteng / umat Tao. Kalau kita mau Wu, dengan menggunakan kesadaran dan daya nalar kita, maka dengan mudah kalimat diatas adalah tidak benar dan tidak perlu dihiraukan.
Alasannya adalah:
Nah……….kalau kita umat klenteng / Tao sudah Sadar akan keberadaan Dewa-Dewi Tao kita yang welas asih tadi maka dalam kondisi apapun tidak ada pantangan; tidak ada larangan untuk masuk klenteng bersembahyang. Yang diutamakan adalah KETULUSAN HATI untuk sembahyang. Itu saja! Sedang tindakan kita tetap harus pakai Wu.
Misalnya:
Contoh B :
Wanita datang bulan diarang masuk ke klenteng!!
Keterlaluan! Beginikah penjaga klenteng tersebut? Beginikah kita-kita yang mengerti Tao menjelaskan kepada umat Tao tentang wanita haid tidak boleh masuk klenteng? Apakah Dewa-Dewi Tao sekejam itu?
Sekarang jaman sudah berubah, peraturan ada yang masih kolot, tidak mau mengerti bahwa jaman sudah berubah, maka sangatlah disayangkan, bahkan Dewa-Dewi Tao pun tersenyum kecut kepada mereka yang kurang / tidak mengerti ini.
Contoh C :
Saat berkabung / berduka cita, altar sembahyang harus ditutup pakai kain apa?
Ada yang ditutup dengan kain putih dan ada yang menyuruh ditutup dengan kain merah. Bagaimana ini?
Semuanya itu sebenarnya hanyalah ungkapan hati manusia saat mengalami duka cita / berkabung. Kalau ditinjau dari Nalar sehat, Dewa-Dewi Tao tidaklah dipengaruhi atau marah dengan kain putih atau merah yang ditutupkan.
Mestinya………..wajar-wajar saja, sembahyang seperti biasa. Tidak perlu ditutup-pun sebenarnya tidak jadi masalah.
Meskipun berkabung, bukan berarti kita saat itu absen bersembahyang bukan?
Akhir kata : Janganlah Sembahyang menjadikan Beban Hidup kita, malah harus sebaliknya. Sembahyang menjadikan Ringan Penghidupan kita, dekat dengan para Dewa-Dewi Tao kita dan dapat menghadapi realita hidup dengan optimis dan ceria.
Salam Tao.