Gender Dalam Siu Tao
Oleh: Lenny
Gender yang dimaksud adalah jenis kelamin. Jenis kelamin manusia terbagi dua yaitu jenis kelamin lelaki dan jenis kelamin perempuan.
Pembagian manusia dari jenis kelaminnya ini pada dasarnya dilakukan sebagai cara pengenalan fisik yaitu berdasarkan perbedaan struktur anatomi tubuh antara lelaki dan perempuan.
Perbedaan utama antara struktur anatomi tubuh lelaki dan perempuan adalah terletak pada fungsi dan struktur organ-organ reproduksi / regenerasi. Pada akhirnya perbedaan jenis kelamin menyebabkan suatu perbedaan yang cukup tajam terlihat secara fisik.
SEJARAH
Perkembangan peradaban manusia yang telah berjalan ribuan tahun, bahkan lebih, telah menempatkan wanita didalam struktur kehidupan pada posisi pendamping kaum lelaki secara alamiah. Hal ini terjadi bersamaan dengan terjadinya proses perkembangan peradaban itu sendiri, setelah manusia mulai hidup berpasangan (akhirnya berkelompok), dimana kaum lelaki secara bertahap mulai mengambil alih tanggung jawab pribadi dari lawan jenisnya.
Kalau diteliti secara cermat sebenarnya yang terjadi lebih tepat dikatakan sebagai pembagian tugas dan tanggung jawab. Kaum lelaki karena tidak mengalami hambatan fisik secara alamiah dari sistim reproduksi / regenerasi yang dimilikinya, akhirnya menjadi terarah untuk bertugas dan bertanggung jawab dalam hal mencari makanan dan memberikan perlindungan pada pasangannya.
Sedangkan kaum wanita yang secara alamiah sering mengalami halangan sehubungan dengan sistem reproduksinya, akhirnya terbentuk dan terdidik untuk lebih banyak mengurusi hal-hal didalam rumah tangga (tempat tinggalnya).
Karena inilah maka perkembangan kekuatan fisik kaum wanita menjadi lemah dan justru sebaliknya kaum wanita lebih mengembangkan nilai-nilai feminimnya yang secara fisik menonjolkan kelemah-lembutan, kehalusan, dan kecantikan sebagai “daya tarik” terhadap lawan jenisnya, dimana juga sering digunakan sebagai “senjata” dalam bersaing.
Hal ini berkembang sehingga secara perlahan kaum wanita mulai tergantung kepada kaum lelaki karena kemampuan “mempertahankan hidup” nya tidak terlatih secara fisik.
Selain itu juga ditambah dengan berkembangnya dominasi kekuasaan dari kaum lelaki yang semakin kuat, sehingga lama-kelamaan keberadaan wanita secara tidak ekplisit menjadi tidak setara lagi dengan kaum lelaki.
Bersamaan dengan itu, tumbuh dan berkembang pula peradaban dan struktur tatanan kehidupan bermasyarakat yang justru semakin mengukuhkan dominasi kaum lelaki ini.
Akan tetapi justru karena kelembutan, kehalusan dan kecantikannya yang terus berkembang, kaum lelaki bagaimanapun tetap tergantung pada kaum wanita sebagai bagian dari proses regenerasinya.
Perlu diketahui bahwa proses-proses tersebut selain secara fisik, juga mempengaruhi perkembangan mental dan kepribadian baik pada kaum lelaki maupun kaum wanita.
Singkat kata perkembangan tersebut akhirnya menjadi seperti yang ada sekarang ini.
PERMASALAHANNYA
Bertolak dari kenyataan yang ada, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada saja pendapat-pendapat didalam masyarakat (mungkin juga dilingkungan Taoyu – ) baik dari kalangan kaum lelaki maupun justru dari kaum wanitanya yang melihat bahwa perbedaan kodrati ini membawa dampak pula dalam masalah Siu Tao ( ).
Pandangan umum paling menyolok yang masih ada adalah bahwa hanya kaum lelaki yang bisa berhasil dalam Siu Tao ( ).
Sedang kelompok yang lebih kompromis berpendapat bahwa kaum lelaki lebih mudah berhasil dalam Siu Tao ( ) dibanding dengan kaum wanita.
Lucunya, pada tingkat taraf yang kuat, pendapat seperti ini muncul dan diyakini oleh sebagian dari kaum wanita itu sendiri walaupun mungkin tidak sebanyak kaum lelaki yang berpendapat demikian.
Mungkin pada awalnya pendapat-pendapat seperti ini berkembang hanya merupakan dampak dari usaha subyektif kaum lelaki untuk menunjukkan keunggulannya.
Akan tetapi dalam perkembangan lebih jauh sebagian kaum lelaki yang berpendapat demikian semakin memperkuat keyakinannya dengan memberikan argumentasi-argumentasi yang bersumber dari penafsiran-penafsiran (tentunya secara sepihak) dari ajaran Tao () kearah yang mendukung dan memperkuat pendapat bahwa hanya kaum lelakilah yang dapat berhasil dalam Siu Tao ( ), sedang kaum wanita tidak atau kalau bisapun akan sangat sulit.
Contoh argumen atau pendapat dan penafsiran yang mengatakan bahwa wanita lebih sulit atau bahkan tidak mungkin berhasil mencapai kesempurnaan dalam Siu Tao ( ) adalah sebagai berikut:
Mungkin masih ada dan banyak pendapat-pendapat yang lainnya lagi.
Bagaimana tanggapan Anda terhadap pendapat-pendapat tersebut?
Bagaimanakah Anda menjelaskannya?
ARGUMEN VS ARGUMEN
(Untuk pendapat No. 1)
Jika mau berdebat tanpa kompromi maka secara tegas akan saya katakan bahwa pendapat itu salah buesaaar!!!
Alasannya:
Walaupun Thay Cik melambangkan Tao (), tetapi Thay Cik semata bukanlah Tao ()!
Tao () itu Maha Agung, demikian besar dan luas meliputi segalanya.
Tao () itu tidak bercorak wujud dan tidak bernama, bagaimana mungkin dapat diungkapkan dengan kata-kata atau bahkan hanya digambar dengan Thay Cik!
Jadi, jika demikian maka bukan hanya argumentasi No.1 tersebut yang dapat dijatuhkan bahkan lambang Thay Cik itu sendiri dapat terancam keberadaannya serta patut dipertanyakan kebenarannya!
Apakah demikian? Bingung khan!?!
Yach, beginilah jadinya kalau kita berdebat masalah Tao () asal-asalan yang hanya mengandalkan kreatifitas, ketelitian, kekritisan mengolah kata-kata, dan bermodalkan sepotong kalimat-kalimat saja.
Lalu bagaimana?
PENJELASAN SINGKAT
Karena menjadi ajaran, tentunya Tao () harus bisa diekspresikan dan dijabarkan dengan baik bagi kepentingan antar manusia. Oleh karena itu dibutuhkan alat komunikasi yaitu dengan bahasa yang ada. Untuk mengekspresikan Tao () yang begitu besar dan unik memang bukan masalah yang mudah, mungkin juga oleh karena itu ajaran Tao () dalam Kitab-kitabnya, seperti dalam Dao De Jing / Tao Tek Cing ( ), banyak menggunakan bahasa sastra (syair-syair) yang memiliki arti dan pengertian konotatif yang dalam dan luas, hal ini juga tentunya merupakan pengaruh kebudayaan pada masanya.
Thay Cik (Yin Yang) memang merupakan salah satu pengertian penting dalam ajaran Tao () yang kemudian gambarnya banyak dipakai sebagai lambang dari ajaran Tao (). Karena gambar Thay Cik ini sederhana dan mudah diingat dalam mewakili Tao (), maka dapat dimaklumi juga jika akhirnya banyak orang mengidentikkan dan berasumsi bahwa Thay Cik adalah Tao ().
Thay Cik (The Absolute) sendiri membawa pengertian dualisme dan perubahan yang menjelaskan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini ada lawan atau pasangannya dan selalu berkembang, contohnya ada lelaki dan ada wanita, ada baik dan ada buruk, ada kuat dan ada lemah, ada hidup dan ada mati, dan lain-lain seterusnya.
Nah, dari sini tentunya kita tidak dapat menyimpulkan hanya berdasarkan pengelompokan dari masing-masing sisi atau satu sisi sehingga menjadi lelaki itu baik, kuat dan hidup, sedang wanita itu buruk, lemah dan mati! Tegasnya hal-hal itu tidak ada hubungannya.
ANTARA SIU TAO DAN GENDER
Saya tidak ingin berdebat memberikan argumentasi terhadap pendapat-pendapat yang ada diatas satu-persatu, karena hanya akan membuat kita terjebak dan terbawa arus pikiran bahwa memang ada keterkaitan secara langsung antara perbedaan gender dengan keberhasilan dalam Siu Tao ( ).
Selain itu saya juga tidak ingin kita terlalu terikat hanya pada kata-kata atau kalimat secara baku untuk kemudian memperdebatkannya, karena yang penting bukanlah hafalnya tetapi mengerti dan memahaminya. Yang jelas timbulnya pemikiran mengenai perbedaan gender ini sendiri tentunya dilatar belakangi oleh permasalahan dan hal-hal yang berbeda-beda antara satu orang dengan lainnya.
PENGARUH LATAR BELAKANG
Berbicara secara umum dan berdasarkan kenyataan serta dengan memandang secara obyektif, tentunya dapat dimengerti bahwa timbulnya pemikiran-pemikiran berbau diskriminasi gender ini adalah merupakan produk serta konsekuensi dari proses evolusi peradaban dan kebudayaan serta tatanan sosial kemasyarakatan yang sudah berjalan demikian lamanya.
Perbedaan jenis kelamin yang pada awalnya hanya merupakan perbedaan fisik semata, setelah sekian lama sepanjang sejarah akhirnya memang memberikan dampak yang besar pada perbedaan sikap mental, psikologi dan emosional kaum lelaki maupun kaum wanita.
BUKAN AJARAN TAO
Didalam ajaran Tao () tidak ada pernyataan maupun penjelasan baik secara implisit maupun ekplisit yang menyatakan adanya hubungan langsung keberhasilan dalam Siu Tao ( ) dengan perbedaan gender baik secara umum maupun yang spesifik, ini membuktikan bahwa memang ajaran Tao () tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Bahkan jika kita menyelaminya, maka kita dapat merasakan keagungan ajaran Tao () yang begitu universal. Dengan teori Yin Yang justru keberadaan lelaki dan wanita seharusnya dipandang sebagai unsur-unsur alamiah yang saling mengisi dan melengkapi untuk menuju kesempurnaannya masing-masing.
TIDAK DAPAT DIBANDINGKAN
Jika Siu Tao ( ) adalah proses untuk mencapai kesempurnaan, maka ukuran keberhasilan seseorang baik itu lelaki maupun wanita didalam proses Siu Tao ( ), adalah dari pencapaian tingkatan kesempurnaannya atau mendapatkan Tao () nya masing-masing.
Untuk mencapai kesempurnaan dan mendapatkan Tao () ini melalui proses Siu Sing Yang Sing (Revisi jiwa dan raga serta pikiran) yaitu dengan terus memelihara, meningkatkan kesehatan dan kekuatan fisik, moralitas jiwa serta kesadaran pikiran yang juga bersamaan dengan upaya menghilangkan segala keburukan dan kelemahan yang ada dengan cara-cara mendekatkan diri ke Dewa.
Selain itu kita juga jangan pernah lupa bahwa penilaian keberhasilan seseorang dalam mendapatkan Tao-nya bukanlah dari penilaian manusia melainkan penilaian langsung oleh Dewa yang menilai seseorang secara keseluruhan yang utuh (over all) dengan adil.
Dan jika dibandingkan maka lelaki maupun wanita akan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing yang merupakan harkat alaminya yang pada akhirnya tidak dapat dan memang tidak perlu dibandingkan.
TIDAK ETIS
Oleh karena itu akan sangat berlebihan dan tidak etis secara moral, jika ada sekelompok manusia (dalam hal ini kaum lelaki) yang mencoba untuk menilai dan kemudian membatasi kemungkinan pencapaian Tao-nya sekelompok orang lain (kaum wanita) dengan cara apapun.
Apalagi dalam mengembangkan pendapatnya ini dengan memanfaatkan dan menekan pada perbedaan-perbedaan fisik semata yang merupakan hal kodrati dan alamiah yang sebenarnya bersumber dari Tao () itu sendiri.
Apakah hal ini secara tidak langsung bukan suatu bentuk pelecehan terhadap Tao () itu sendiri sebagai penciptanya?
Atau apakah memang ada Tao () lainnya yang lebih Agung yang khusus menciptakan kaum lelaki sehingga menjadi paling sempurna dan bebas cacat?
Lho, mungkin aja …ya!
Bukankah ada istilah Siau Tao / Tao kecil ( ) dan Ta Tao / Tao besar ( )?
Wah, kalau dibahas sampai begini sich, berarti anda adalah: “Jaka Sembung Bawa Golok!” yang artinya: enggak nyambung, he..he..he!
Jangan marah ya!
Cuma bercanda kok, supaya tidak ngantuk….!
KESIMPULAN
Terlepas dari benar dan salahnya semua pendapat mengenai perbedaan gender dalam Siu Tao ( ) termasuk contoh-contoh diatas, jika kita mengorek dari sisi “untuk apa?” (manfaat) maka hasilnya adalah bahwa semua pendapat tersebut tidak ada pengaruh dan manfaat positifnya dalam Siu Tao ( ) bagi kaum lelaki itu sendiri baik untuk perorangan maupun kelompok.
Yang tercermin justru hanyalah sikap arogan dan diskriminasi ekstrem, atau pada level yang lebih dapat ditolerir adalah “cuma” mengesankan sikap over-acting karena kekurangan pengertian atau untuk menutupi kelemahan saja.
Jadi kesimpulan akhirnya adalah: berpikir dan berpendapat bahwa ada perbedaan gender dalam Siu Tao ( ) adalah pekerjaan yang tidak ada manfaat positifnya.
Tao () yang Agung akan tetap Agung, manusia “sadar” atau “tidak sadar” tidak akan mempengaruhi KeagunganNya.