Keyakinan Dalam Keraguan
Oleh: Daniel Li
Memang judul di atas tidak boleh diterima mentah begitu saja, karena dalam Siu Tao ( ) kita perlu percaya diri. Tapi darimanakah datangnya “kepercayaan” itu?
Menyimak diskusi-diskusi yang terjadi, saya melihat adanya suatu topik yang agak sulit dan seringkali terlewatkan. Mungkin karena sulit untuk dipahami ataupun ditelaah maka seringkali peserta diskusi mengenyampingkan isu ini.
Berikut ini adalah cuplikan dari diskusi tersebut:
A: Saya tidak percaya akan dogma mengenai kehidupan sesudah mati, tetapi akan mempelajari, menjalani dan membuktikan sendiri melalui Siu Tao.
B: Bagus, tetapi darimanakah anda percaya bahwa anda setelah Siu Tao anda dapat mempelajari, menjalani dan membuktikan sendiri?
A: Saya telah mendengar banyak bukti dari orang Siu Tao yang telah berhasil menjadi Dewa.
B: Anda cuma mendengar dari orang lain. Bukankah itu suatu kepercayaan juga!?
Contoh lain:
(Seorang guru Tao sedang mengajar mengenai Tao kepada murid-muridnya, seorang muridnya yang kritis protes):
Murid: Guru menjelaskan mengenai Tao, bagaimana Tao yang Maha Agung itu dapat dijelaskan. Bila bisa dijelaskan, berarti yang Guru jelaskan itu bukan Tao!
Guru: Darimana kamu tahu bahwa Tao itu tidak bisa dijelaskan?
Murid: Bukankah Laozi berkata “Dao Ke Dao Fei Chang Dao” (Tao yang dapat dijelaskan itu bukan Tao).
Guru: Hahaha…… Bukankah dengan mengatakan demikian, dia juga sudah menjelaskan sesuatu mengenai T-a-o itu? (Red. dengan mengatakan demikian berarti Laozi juga sudah menjelaskan mengenai sesuatu hal yang menurutnya tidak dapat dijelaskan) Berarti kamu percaya terhadap sesuatu hal karena hal tersebut tidak kamu ketahui….. dan juga sebaliknya, kamu tidak percaya terhadap suatu hal karena hal tersebut kamu percayai, begitu…… ?!?
Murid: ……….!??
Bila kita mulai memperbincangkan mengenai masalah kepercayaan, maka kita akan menjumpai dua kelompok utama pendapat:
Hal yang ingin saya gali dalam artikel ini adalah mengenai “mencari dasar dari sebuah kepercayaan mengenai seluk-beluk sebuah kepercayaan terhadap suatu hal yang dipercaya”. Untuk menyingkat dan mudah mengingatnya, maka untuk selanjutnya saya istilahkan hal ini sebagai “meta-percaya” (meta-belief): kepercayaan mengenai suatu kepercayaan.
Dalam kepercayaan mengenai Tuhan YME, seringkali kita harus berhadapan dengan sebuah “titik-akhir” dimana kita tidak bisa lagi menanyakan lebih lanjut mengenai validitas (keabsahan) sebuah kepercayaan itu. Pada akhirnya kita harus memilih suatu pilihan antara percaya atau tidak percaya.
Setengah percaya adalah sebuah kesemuan belaka, karena pada akhirnya akan menjadikan seseorang bisa bersifat dogmatis, fanatik atau sebaliknya menjadi skeptis (ragu dan sinis), plin-plan atau pun bersikap apatis (tidak mau tahu, cuek).
Bila kondisinya demikian, maka nilai religius dari sebuah agama hanya akan menjadi slogan dan alat sekularitas belaka (berurusan mengenai masalah duniawi belaka).
Misalnya:
Dengan demikian, sebuah kepercayaan akan menderita degradasi (penurunan nilai) yang dilakukan oleh sebagian dari umatnya sendiri yang kurang mengerti.
Pertanyaannya adalah bagaimanakah seharusnya kita sebagai umat Tao menyikapi hal ini?
Di dalam Tao, kita mengenal konsep Yin-Yang. Bila kita hubungan dalam masalah ini, maka antara “keimanan” dan “keraguan” pun merupakan suatu hal yang saling melengkapi, dan tidak perlu dipertentangkan. Persoalannya adalah tinggal bagaimana bathin kita mampu memanfaatkan keduanya menjadi suatu alat yang membawa diri menuju sikap bathin yang lebih tinggi lagi.
Pada awal kita Siu Tao ( ), tentu nilai kepercayaan tersebut masih lebih banyak harus kita telan begitu saja. (Harap diperhatikan bahwa apa yang kita telan itu bukanlah teori-teori Ke-Tuhanan, tetapi adalah cara-cara bersikap dan melatih diri).
Seiring dengan meningkatnya kemampuan anda, maka sedikit demi sedikit pengertian yang lebih dalam dan luas akan terkuak. Penguakan “meta-percaya” ini adalah dilakukan oleh diri sendiri, bukan melalui orang lain (atau pun buku, ceramah, dll) yang memberitahu anda.
Maka dapat dikatakan bahwa untuk memahami “meta-percaya”, tidak lain tidak bukan ha-nyalah dengan cara praktek. Yang dimaksud dengan “praktek” adalah menjalani latihan-latihan yang diberikan sembari menjalankan kehidupan ini secara nyata.
Jelaslah disini bahwa kita tidak hanya sekedar mengaktifkan fungsi intelektual pikiran kita, namun juga fungsi intuitif dari pikiran plus kepekaan hati dan kemampuan rohani (bathin) kita.
Untuk mencapai taraf ini tidak lain hanyalah melalui cara-cara yang telah diajarkan. Walaupun mungkin kita belum menyadarinya, sesungguhnya cara-cara untuk mencapainya sudah lengkap (all-in) di dalam Siu Tao ( ) ini.
Selamat berlatih dengan tekun & normal namun dengan kesadaran tinggi.
Kemunculan rasa ketidakpercayaan adalah bagaikan mendapat bahan-bakar / bensin untuk mempertahankan api penggodokan diri agar menjadi lebih matang. Perlahan namun pasti.
Dalam kondisi hening-bening dalam Jing Zuo (Cing Co), maka batas-batas antara kemenduaan itu akan seakan-akan melebur menjadi satu pengertian. Ini sulit untuk saya lukiskan dengan kata-kata, tetapi kurang lebih adalah demikian: kemenduaan adalah produk pikiran sadar kita yang terus mencipta, sedangkan dalam kondisi hening-bening, maka kita akan kembali ke sumber awalnya yang satu itu.
Seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya pengertian, maka pandangan kita (sadar dan bawah-sadar) menjadi lebih luas. Dengan menggunakan fungsi berpikir luhur kita, maka suatu saat akan mencapai suatu taraf dimana kita mengerti / paham.