Oleh: DR. I Djaja L Msc.
Agama Tao (道) menggabungkan Ilmu pengetahuan, Filsafat dan Ilmu KeDewaan yang Agung sebagai dasar kepercayaan. Agama Tao menyembah banyak Dewa dan Dewi dengan TAO (道) yang dilukiskan sebagai Dzat Agung yang Maha Esa, Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Adil dan Maha Agung.
Sosok Dewa dan Dewi dalam Agama Tao merupakan sosok yang telah mencapai kesempurnaan dalam perjalanan mengamalkan Ajaran Agama TAO (道).
Agama Tao juga percaya bahwa: Manusia sejati bisa mencapai Kesempurnaan menjadi Dewa / Dewi, bila sanggup berbuat jasa yang sangat besar sekali terhadap masyarakat ataupun orang lain, perbuatan-perbuatan itu antara lain:
– Bisa memberikan keteladanan yang luar biasa dalam perilaku kebijaksanaan untuk umat manusia
– Berjasa besar dalam membangun / memperjuangkan kedamaian bagi negara dan masyarakatnya
– Bisa mencegah / menanggulangi bencana yang membahayakan umat manusia
– Sanggup menyumbangkan nyawanya demi membela keyakinan tentang kebenaran sejati
Dengan demikian bisa dipahami, bahwa Agama Tao mengajarkan:
Meskipun manusia merupakan bagian dari alam semesta, namun sebagai manusia haruslah mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta bisa mengetahui mana yang baik / bijaksana dan mana yang jahat, juga yang paling penting adalah mampu melaksanakan ajaran-ajaran Agama Tao pada setiap tingkah laku dalam hidupnya, sebagai syarat untuk bisa menjadi manusia yang sejati.
Setelah mampu mencapai tahap manusia sejati, selanjutnya adalah tugas yang mulia untuk berusaha bisa menyatu dengan Tao yang Maha Esa dengan istilah yang popular Tian Ren He Yi (Kembali ke asal dengan sempurna).
Agama Tao menganjurkan 3 nasehat LAO ZI yaitu: Welas Asih; Hemat tapi tidak kikir; dan Rendah Hati.
– Dengan Welas Asih: manusia dapat lebih mudah menyayangi semua makhluk hidup, dan sekaligus siap menyesuaikan diri hidup berdampingan dengan alam semesta.
– Dengan Hemat tapi tidak kikir: manusia dianjurkan untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari keserakahan, tidak menyia-nyiakan segala sesuatu yang telah dimiliki, sehingga tidak mudah terjerumus ke dalam situasi mabok kepayang sampai lupa daratan.
– Dengan Rendah hati: manusia bisa selalu rela mengalah, sehingga terhindar dari segala perbuatan yang saling berebut dan bermusuhan, maka masyarakat akan terhindar dari segala bentuk pertikaian / pertengkaran yang tidak perlu.
Semua itu sesuai dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci Tao De Jing, kitab ini menjelaskan bahwa TAO (道) adalah satu-satunya sumber dari segala sesuatu yang ada di alam semesta, karena itu manusia harus bisa hidup selaras dengan alam semesta, belajar dari alam semesta untuk mendapatkan TAO (道), yang akan terwujud dalam bentuk DE /Budi pekerti / Hati nurani yang luhur.
Namun TAO (道) sulit diartikan dalam bahasa manusia, karena TAO (道) sudah lebih dulu ada sebelum semuanya ada, dan manusia sama sekali belum bisa menunjukkan apa sebenarnya TAO (道) itu, kalau hanya berdasarkan apa yang ‘ADA’ yang bisa dilihat dalam wujud nyata.
Dalam kenyataannya manusia sering cenderung hanya berusaha mendapatkan dan mengenal sesuatu yang nyata dan punya nama saja, padahal TAO justru lebih dapat dirasakan dalam ke ‘TIADA’ an atau ke ‘DIAM’ an dibalik yang bergerak, yang semuanya itu selalu hadir dalam wujud bergulirnya YIN YANG.
Bila dipaksakan untuk menyimpulkan apa sebenarnya TAO (道) itu, yang muncul semaksimal mungkin hanyalah pengertian bahwa TAO adalah : Awal dari segala yang awal ; Alamiah dan Abadi ; Maha Pencipta dan Maha Agung serta Maha Esa dan Maha Adil.
Dalam buku TAO DE JING, LAO ZI juga banyak mengambil contoh bijak untuk menjelaskan filsafatnya, antara lain beliau mengambil sifat air untuk menunjukkan salah satu sifat TAO (道) yang sangat mulia, dikatakan bahwa: Air selalu bisa menempatkan diri di tempat yang paling rendah, Air memberikan manfaat kepada yang memerlukannya tanpa minta imbalan dan berebut jasa, Air merupakan benda yang lemah namun bisa menembus batu yang paling keras sekalipun. Dengan demikian dapat dilihat bahwa: Yang kelihatan lemah, sebenarnya bisa mengalahkan yang kuat, juga yang kelihatan lembut, sebetulnya bisa mengalahkan yang keras.
Prinsip-prinsip di atas bila diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, minimal akan tercipta kondisi kehidupan masyarakat yang penuh dengan kebijakan berbudi luhur, dimana anggota masyarakatnya akan hidup penuh kesederhanaan, tanpa nafsu serakah, rendah hati dan mudah mengalah, hemat tapi royal terhadap perbuatan kebajikan, tidak gemar menonjolkan diri dan berebut nama baik yang semu, selalu berbuat kebaikan secara tulus iklas sesuai sifat alamiah yang berdasarkan kemampuan dirinya sendiri.